Nama :
AFRINA SURYANINGSIH
Kelas :
1EB24
NPM : 20212311
Tugas Ke : 4 (Empat)
Ø Abstrak
Crime atau kejahatan adalah tingkah laku yang melanggar
hukum dan melanggar norma-norma social, sehingga masyarakat menentangnya, Belakangan
ini banyak kejahatan yang terjadi di Indonesia, banyak sekali modus yang
dilakukan oleh para penjahat untuk melaksanakan aksinya, Semua orang bisa saja
menjadi sasaran kejahatan dimanapun dia berada tidak menjamin bisa terhindar
dari kejahatan. Para pelaku kejahatan biasanya sangat pintar untuk melakukan
aksinya karena biasanya mereka tidak sendirian untuk melaksanakan aksinya
tersebut. Para pelaku kejahatan yang tertanggkap melakukan kejahatan akan
dihukum oleh Pihak Nerwajib sesuai dengan Undang-undang yang berlaku di
Indonesia.
Ø Pendahuluan
Masyarakat modern yang sangat
kompleks menumbuhkan aspirasi-aspirasi materil tinggi, dan sering disertai oleh
ambisi-ambisi sosial yang tidak sehat. Dambaan pemenuhan kebutuhan materil yang
melimpah-limpah, misalnya untuk memiliki harta kekayaan dan barang-barang
mewah, tanpa mempunyai kemampuan untuk mencapainya dengan jalan wajar,
mendorong individu untuk melakukan tindak criminal. Dengan kata-kata lain bisa
dinyatakan: jika terdapat diskrepansi (ketidaksesuaian, pertentangan) antara
ambisi-ambisi dengan kemampuan pribadi, maka peristiwa sedemikian ini mendorong
orang untuk melakukan tindak criminal. Atau, jika terdapat diskrepansi antara
aspirasi-aspirasi dengan potensi-potensi personal, maka akan terjadi “maladjustment”
ekonomis (ketidakmampuan menyesuaikan diri secara ekonomis), yang mendorong
orang untuk bertindak jahat atau melakukan tindak pidana.
Ø Landasan Teori
Kriminalitas atau kejahatan itu
bukan merupakan peristiwa herediter (bawaan sejak lahir,warisan) juga bukan
merupakan warisan biologis. Tingkah laku kriminal itu bisa dilakukan oleh
siapapun juga, baik wanita maupun pria dapat berlangsung pada usia anak, dewasa
ataupun lanjut umur. Tindak kejahatan bisa dilakukan secara tidak sadar, yaitu difikirkan,
direncanakan dan diarahkan pada satu makksud tertentu secara sadar benar. Namun
bisa juga dilakukan secara setengah sadar; misalnya didorong oleh impuls-impuls
yang hebat, didera oleh dorongan-dorongan paksaan yang sangat kuat
(kompulsi-kompulsi), dan oleh obsesi-obsesi. kejahatan bisa juga dilakukan
secara tidak sadar sama sekali. Misalnya, karena terpaksa untuk mempertahankan
hidupnya, seseorang harus melawan dan terpaksa membalas menyerang, sehingga
terjadi peristiwa pembunuhan.
Ø Pembahasan
Secara yuridis formal, kejahatan adalah bentuk tingkah laku
yang bertentangan dengan moral kemanusiaan (immoril), merugikan masyarakat,
asocial sifatnya dan melanggar hukum serta undang-undang pidana didalam
perumusan pasal-pasal kitab undang-undang hukum pidana (KUHP) jelas tercantum: kejahatan
adalah semua bentuk perbuatan yang memenuhi perumusan ketentuan-ketentuan KUHP.
Misalnya pembunuhan adalah perbuatan yang memenuhi perumusan pasal 388 KUHP,
mencuri memenuhi bunyi pasal 362 KUHP, sedang kejahatan penganiayaan memenuhi
pasal 351 KUHP. Ringkasnya, secara yuridis formal, kejahatan adalah bentuk
tingkah laku yang melanggar undang-undang pidana. Selanjutnya semua tingkah
laku yang dilarang oleh undang-undang, harus disingkiri. Barang siapa
melanggarnya, dikenai pidana. Maka larangan-larangan dan kewajiban-kewajiban
tertentu yang harus ditaati oleh setiap warga Negara itu tercantum pada
undang-undang dan peraturan-peraturan pemerintah, baik yang dipusat maupun
pemerintah daerah.
Tindak kriminal terjadi dimana-mana
misalnya, di tempat umum, di sekolah, dan banyak lagi tempat-tempat yang
tidak dapat disebutkan satu persatu. Tindak kriminal biasanya dilakukan oleh
orang dewasa, namun sekarang ini tindak kriminal tak pandang bulu, semua
kalangan dari segala umur dari yang kecil, muda, hingga dewasa dapat melakukan
tindak kriminal.
Biasanya tujuan dari pelaku
tindak kriminal adalah dendam, kurang perhatian dari keluarga, dan faktor
ekonomi yang menjadi salah satu penyebabnya. Tindak kriminal tentu ada akibat
dan dampak negatif yang ditimbulkan, selain kecaman dari masyarakat sekitar
juga siswa yang melakukannya dapat dikeluarkan dariuniversitas,bahkan terjerat
hukum hingga menjadi terpidana.
Pidana atau tindak kriminal segala sesuatu yang melanggar hukum atau sebuah tindak kejahatan. Pelaku kriminalitas
disebut seorang kriminal.
Biasanya yang dianggap kriminal adalah seorang pencuri, pembunuh, perampok, atau teroris. Walaupun
begitu kategori terakhir, teroris, agak berbeda
dari kriminal karena melakukan tindak kejahatannya berdasarkan motif politik atau paham.
Selama kesalahan seorang kriminal belum ditetapkan oleh
seorang hakim, maka orang
ini disebut seorang terdakwa. Sebab ini merupakan asas dasar sebuah negara
hukum: seseorang tetap tidak bersalah sebelum kesalahannya terbukti. Pelaku
tindak kriminal yang dinyatakan bersalah oleh pengadilan dan harus menjalani
hukuman disebut sebagai terpidana atau narapidana.
Dalam mendefinisikan kejahatan, ada beberapa pandangan
mengenai perbuatan apakah yang dapat dikatakan sebagai kejahatan. Definisi
kejahatan dalam pengertian yuridis tidak sama dengan pengertian
kejahatan dalam kriminologi yang dipandang secara
sosiologis.
Dalam
konteks itu dapat dilakukan bahwa kejahatan adalah suatu konsepsi yang bersifat
abstrak. Abstrak dalam arti ia tidak dapat diraba dan tidak dapat
dilihat,kecuali akibatnya sajaKriminalitas atau tindak kriminal segala sesuatu
yang melanggar hukum atau sebuah tindak kejahatan. Pelaku kriminalitas disebut
seorang kriminal. Biasanya yang dianggap kriminal adalah seorang maling atau
pencuri, pembunuh, perampok dan juga teroris. Meskipun kategori terakhir ini
agak berbeda karena seorang teroris berbeda dengan seorang kriminal, melakukan
tindak kejahatannya berdasarkan motif politik atau paham Selama kesalahan
seorang kriminal belum ditetapkan oleh seorang hakim, maka orang ini disebut
seorang terdakwa. Sebab ini merupakan asas dasar sebuah negara hukum: seseorang
tetap tidak bersalah sebelum kesalahannya terbukti. Pelaku tindak kriminal yang
dinyatakan bersalah oleh pengadilan dan harus menjalani hukuman disebut sebagai
terpidana atau narapidana Hampir setiap hari koran maupun telivisi
memberitakan kasus-kasus kriminalitas yang menimpa masyarakat. Bentuknya
beragam. Ada perampokan, pemerasan, perampasan, penjambretan, pembunuhan,
perkosaan, pencopetan, penganiayaan, dan kata lain yang mengandung unsur
pemaksaan, atau kekerasan terhadap fisik ataupun harta benda korban. Berikut
ini salah satu contoh berita yang dikutip dari salah satu media di
Surabaya. “Tembak Mati Polisi, Gasak Rp. 1,9 Miliar Perampokan di
Bank Mandiri Capem Jl. Bukit Kota, Kota Pinang, Labuhan Batu. Bandit-bandit
jalanan itu menembak dua polisi dan satu diantaranya kabur dengan membawa uang
hasil rampokan. Polisi sulit mengetahui identitas pada perampok. Sebab mereka
menutupi wajahnya dengan kain sebo ketika menjalankan aksinya. Aksi perampokan
yang terjadi pukul 10.000 WIB pagi itu diawali dengan kedatangan sebuah
Daihatsu Troper berplat BM. Begitu berhenti di parkiran, beberapa penumpang
mobil itu berhamburan turun. Mereka langsung memberondongkan tembakan ke udara.
“Empat orang menenteng senpi laras panjang dan dua senpi genggam,”ujar saksi
mata di tempat kejadian. Setelah merobohkan Bripda Lauri, enam perampok
masuk ke bank. Mereka menodong kasir lalu memaksanya untuk mengumpulkan uang
yang ada di bank. Kasir yang ketakutan buru-buru mengambil semua uang seperti
yang diminta perampok (JP, 26 Oktober 2004). Kengerian, ketakutan,
keheranan, kebencian dan bahkan trauma psikologis barangkali yang menjadi
kata-kata yang terungkap setelah melihat atau mengalami peristiwa tersebut
Banyak sudut pandang yang digunakan untuk memberikan penjelasan fenomena tindakan
kriminal yang ada.
Angka kejahatan di Indonesia sepanjang tahun 2012
masih tinggi. Hingga bulan November tercatat jumlah kejahatan yang terjadi
mencapai 316.500 kasus, artinya setiap 1 menit 31 detik terjadi 1 tindak
kejahatan.
Jumlah kasus kejahatan di Indonesia ini
dijelaskan dalam paparan capaian dan evaluasi kinerja Polri dalam refleksi
akhir tahun di Kantor Kementerian Hukum dan HAM, Jl. HR Rasuna Said, Jakarta,
Rabu (26/12/2012). Wakabareskrim Irjen Saud Usman Nasution menyebut setiap 91
detik terjadi kejahatan.
"Jumlah kejahatan di tahun 2012, sampai
Nopember 2012 mencapai 316.500 dengan resiko penduduk yang mengalami kejahatan
136 orang. Jadi, setiap satu menit dan 31 detik terjadi satu kejahatan.
Namun jumlah kejahatan ini disebut menurun
dibanding tahun sebelumnya. Tahun 2011, jumlah kejahatan terkait keamanan dan
ketertiban masyarakat mencapai 347.605 kasus. Di tahun
2012, Polri berhasil menyelesaikan 167.653 kasus atau 53 persen dari total
jumlah kejahatan.
Jenis-Jenis
Kriminalitas
Cavan
membagi 9 jenis kejahatan yang dijumpai :
1. Pelanggaran
– pelanggaran ringan.
2. Kejahatan
– kejahatan ringan.
3. Kejahatan
yang disebabkan oleh dorongan emosi.
4. Kejahatan
yang dilakukan oleh orang – orang yang berstatus sosial tinggi dan
perbuatannya terselubung dalam jabatannya.
perbuatannya terselubung dalam jabatannya.
5. Penjahat
yang mengulang – ngulang perbuatan jahatnya.
6. Penjahat
yang melakukan kejahatannya sebagai suatu nafkah.
7. Kejahatan
– kejahatan yang diorganisir umumnya bergerak di bidang pengedaran gelap
narkotik, perjudian, rumah – rumah prostitusi dan lain –lain.
8. Penjahat-penjahat
yang melakukan peerperbuatannya karena ketidaknormalan (psychopatis dan
psychotis).
9. Penjahat
atau katakanlah pelanggar – pelanggar hukum, yang melakukan perbuatan yang
menurut kesadaran dan atau kepercayaan bukan merupakan kejahatan bahkan
menganggapnya suci.
Sedangkan
W.A.Bonger dalam buku kecilnya Pengantar Tentang Kriminologi, secara sederhana dan
lebih bersifat umum dan universal, membagi kejahatan dalam 4 jenis, yaitu :
1.
Kejahatan ekonomi
2.
Kejahatan kekerasan
3.
Kejahatan Seks
4.
Kejahatan Politik
Pembagian
tersebut didasarkan pada motivasi dilakukannya kejahatan tersebut yang
berhubungan dengan factor-faktor ekonomi yaitu dorongan untuk melakukan kekerasan
dan siksaan, dorongan seksual dan motif -motif politis.
Relatifnya
kejahatan bergantung pada ruang,waktu,dan siapa yang menamakan sesuatu itu
kejahatan. “Misdad is benoming”, kata Hoefnagels; yang berarti tingkah laku
didefenisikan sebagai jahat oleh manusia-manusia yang tidak mengkualifikasikan
diri sebagai penjahat. (J.E. Sahetapy, Kapita Selekta Kriminologi,Alumni,
Bandung, 1979,hlm.67.)
Dalam
konteks itu dapat dilakukan bahwa kejahatan adalah suatu konsepsi yang bersifat
abstrak. Abstrak dalam arti ia tidak dapat diraba dan tidak dapat
dilihat,kecuali akibatnya saja.
Di
Indonesia secara tegas tidak dijumpai orang yang disebut penjahat; dalam
peruses peradilan pidana,kita hanya mengenal secara resmi istilah-istilah :
tersangka,tertuduh,terdakwa
dan terhukum atau terpidana. Sedangkan kata-kata seperti
penjahat,bandit,bajingan hanya dalam kata sehari-hari yang tidak mendasar pada
ketentuan hukum.
A. Adapun
tipe atau jenis-jenis menurut penggolongan para ahlinya adalah sebagai berikut
:
1. Penjahat
dari kecendrungan(bukan karena bakat).
2. Penjahat
karena kelemahan(karena kelemahan jiwa sehingga sulit menghindarkan diri untuk
tidak berbuat).
3. Penjahat
karena hawa nafsu yang berlebihan ; dan putus asa.
B. Penjahat
terdorong oleh harga diri atau keyakinan, Pembagian menurut Seelig :
1. Penjahat
karena segan bekerja.
2. Penjahat
terhadap harta benda karena lemah kekuatan bathin untuk menekan godaan.
3. Penjahat
karena nafsu menyarang.
4. Penjahat
karena tidak dapat menahan nafsu seks.
5. Penjahat
karena mengalami krisis kehidupan
6. enjahat
terdorong oleh pikirannya yang masih primitive.
7. Penjahat
terdorong oleh keyakinannya.
8. Penjahat
karena kurang disiplin kemasyarakatan.
9. Penjahat
campuran (gabungan dari sifat-sifat yang terdapat pada butir 1 s/d 8)
C. Pembagian
menurut Capelli
1. Kejahtan
karena factor-faktor psikopathologis, yang pelakunya terdiri dari:
a) Orang-orang
yang sakit jiwa.
b) Orang-orang
yang berjiwa abnormal (sekalipun tidak sakit jiwa).
2. Kejahatan
karena factor-faktor cacad atau kemunduran kekuatan jiwa dan raganya,yang
dilakukan oleh :
a) Orang-orang
yang menderita cacad setelah usia lanjut.
b) Orang-orang
menderita cacad badaniah atau rohaniah sejak masa kanak-kanak ; sehingga sukar
menyesuaikan diri di tengah masyarakatnya.
3. Kejahatan
karena factor-faktor social yang pelakunya terdiri dari :
a) Penjahat
kebiasaan.
b) Penjahat
kesempatan,karena menderita kesulitan ekonomi atau kesulitan fisik.
c) Penjahat
yang karena pertama kali pernah berbuat kejahatan kecil yang sifatnya kebetulan
dan kemudian berkembang melakukan kejahatan yang lebih besar dan lebih sering.
Bila kita perhatikan kategori
jenis-jenis pelanggar hokum atau disebut dalam bahasa inggris Criminal , yang
sementara kita alih bahaskan dengan penjahat ; maka terdapat diantarnya
penjahat yang dalam melakukan kejahatannya dengan:
1. Kesadaran
yang memang sudah merupakan pekerjaannya (professional criminal). Yang dapat
dilakukan oleh perorangan seperti penjahat-penjahat bayaran, yang diupah untuk
menganiaya atau bahkan membunuh. Atau dilakukan secara kelompok dan teratur
seperti dalam bentuk kejahatan yang diorganisir (beda misalnya Donald R Cressey
“Criminal Organization”,Heiniman Educational Books,London,1972)
2. Kesadaran
bahwa tindakan tersebut harus dilakukan sekalipun merupakan pelanggaran hokum ;
yaitu penjahat yang melakukan kejahatan dengan ditimbang-timbang atau dengan
persiapan terlebih dahulu.
3. Kesadaran bahwa pelaku tidak
diberi kesempatan oleh masyarakat atau pekerjaan dalam masyarakat tak bias
memberi hidup,sehingga memilih menjadi resdidivisi.
Sedangkan menurut Muhammad
Mustafa dalam bukunya Kriminologi terbitan FISIP UI PRESS tahun 2007 halaman
16, pidana atau tindak kriminal merupakan segala sesuatu yang melanggar hukum atau
sebuah tindak kejahatan. Pelaku kriminalitas disebut seorang kriminal. Biasanya
yang dianggap kriminal adalah seorang pencuri, pembunuh, perampok,
atau teroris.
Walaupun begitu kategori terakhir, teroris, agak berbeda dari kriminal
karena melakukan tindak kejahatannya berdasarkan motif politik atau
paham.
Selama kesalahan seorang kriminal
belum ditetapkan oleh seorang hakim, maka orang ini disebut seorang terdakwa. Sebab ini
merupakan asas dasar sebuah negara hukum: seseorang tetap tidak bersalah
sebelum kesalahannya terbukti. Pelaku tindak kriminal yang dinyatakan bersalah
oleh pengadilan dan harus menjalani hukuman disebut sebagai terpidana atau
narapidana.
Dalam mendefinisikan kejahatan,
ada beberapa pandangan mengenai perbuatan apakah yang dapat dikatakan sebagai
kejahatan. Definisi kejahatan dalam pengertian yuridis tidak
sama dengan pengertian kejahatan dalamkriminologi yang
dipandang secara sosiologis.
faktor penyebab kerusuhan
dan tindakan kriminal di Indonesia
Latar
Belakang Kejahatan:
1. Biologik
a.
Genothype
dan Phenotype
Stephen
Hurwitz (1986:36) menyatakan perbedaan antara kedua tipe tersebut bahwa
Genotype ialah warisan sesungguhnya, Phenotype ialah pembawaan yang berkembang.
Perbedaan antara genotype dan phenotype bukanlah hanya disebabkan karena hukum
biologi mengenai keturunan saja.
Sekalipun
sutu gene tunggal diwariskan dengan cara demikian hingga Nampak keluar, namun
masih mungkin adanya gene tersebut tidak dirasakan. Perkembangan suatu
gene tunggal adakalanya tergantung dari lain-lain gene, teristimewanya
bagi sifat-sifat mental. Di samping itu, nampaknya keluar sesuatu gene,
tergantung pula dari pengaruh-pengaruh luar terhadap organism yang telahatau
belum lahir.
Apa
yang diteruskan seseorang sebagai pewarisan kepada generasi yang berikutnya
semata-mat tergantung dari genotype. Apa yang tampaknya keluar olehnya, adalah
phenotype yaitu hasil dari pembawaan yang diwaris dari orang tuanya dengan
pengaruh-pengaruh dari luar.
b.
Pembawaan
dan Kepribadian
Berdasarkan
peristilahan teori keturunan, pembawaan berarti potensi yang diwariskan saja,
dan kepribadian berarti propensity/bakat-bakat yang dikembangkan. Kinberg
(dalam Stephen Hurwitz, 1986:36) menyatakan: Individuality – factor I – bukan
fenomena /gejala endogeneuous yang datang dari dalam semata-mata, tapi hasil
dari pembawaan dan fktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi dan membentuk
pembawaan sepanjang masa.
c.
Lingkungan
Mahzab
lingkungan pada mulanya hanya memperhatikan komponen-komponen di bidang
ekonomi, akan tetapi konsepsi itu meliputi seluruh komponen baik yang materiil
maupun yang spiritual. Bila kita maksudkan lingkungan sesuatu individu, harus
diingat bahwa kita menghadapi pengertin yang relatif, yaitu lingkungan dalam
hubungannya dengan individu tersebut dan karena itu berbeda dengan lingkungan
yang berhubung dengan individu lain, karena adanya kepekaan yang berbeda
terhadap kean-kesan dari luar. Lingkungn merupakan factor yang potensial yaitu
mengandung suatu kemungkinan untuk member pengaruh dan terujudnya kemungkinan
tindak criminal tergantung dari susunan (kombinasi) pembawaan dan lingkungan
baik lingkungan stationnair (tetap) maupun lingkungan temporair (sementara). Faktor-faktor
pembawaan dan lingkungan selalu saling mempengaruhi timbal balik, tak dapat
dipisahkan satu sama lain. Lingkungan yang terdahulu, karena pengaruhnya yang
terus menerus terhadap pembawaan, mengakibatkanterwujudnya sesuatu kepribadian
dan sebaliknya factor lingkungan tergantung dari factor-faktor pembawaan. Oleh
karena:
1) Lingkungan seseorang ini dalam
batas-batas tertentu ditentukan oleh pikirannya sendiri.
2) Orangnya dapat banyak mempengaruhi dan
mengubah factor-faktor lingkungan ini.
Menurut Kinberg (dalam Stephen
Hurwitz, 1986:38) menyatakan bahwa pengaruh lingkungan yang dahulu sedikit
banyak ada dalam kepribadian seseorang sekarang. Dalam batas-batas tertentu
kebalikannya juga benar, yaitu lingkungan yang telah mengelilingi seseorang
untuk sesuatu waktu tertentu mengandung pengaruh pribadinya. Faktor-faktor
dinamik yang bekerja dan saling mempengaruhi adalah baik factor pembawaan
maupun lingkungan.
d.
Pembawaan
criminal
Stephen
Hurwitz (1986:39) menyatakan bahwa tidaklah masuk akal untuk menghubungkan
pembawaan yang ditentukan secara biologic dengan suatu konsepsi yuridik yang
berdeda menurut waktu dan tempat.
Setiap
orang yang melakukan kejahatab mempunyai sifat jahat pembawaan, karena selalu
adainteraksi antara pembawaan dan lingkungan. Akan tetapi hendaknya jangan
member cap sifat jahat pembawaan itu, kecuali bila tampak sebagai kemampuan
untuk melakukan susuatu kejahatan tanpa adanya kondisi-kondisi luar yang
istimewa dan luar biasa. Dengan kata lain, harus ada keseimbangan antara
pembawaan dan kejahatan.
2. Sosiologik
Ada hubungan timbale-balik antara
factor-faktor umum social politik-ekonomi dan bangunan kebudayaan dengan jumlah
kejahatan dalam lingkungan itu baik dalam lingkungan kecil maupun besar. Jumlah
kejahatan kejahatan tiap lingkungan merupakan lawan negatifnya dari norma-norma
kelakuan yang berlaku dalam lingkungan tersebut yang tergantung dari organisasi
dan kebudayaan lingkungan itu. Stephen Hurwitz (1986:86-102) menyatakan
tinjauan yang lebih mendalam tentang interaksi ini, dapat dibuat dari berbagai
sudut sebagaimana akan diterangkan sebagai berikut:
a. Faktor-faktor ekonomi
-
Sistem
ekonomi
Sistem
ekonomi baru dengan produksi besar-besaran, persaingan bebas, menghidupkan
konsumsi dengan jalan periklanan, cara penjualan modern dan lain-lain, yaitu
menimbulkan keinginan untuk memiliki barang dan sekaligus mempersiapkan suatu
dasar untuk kesempatan melakukan penipuan-penipuan.
-
Harga-harga,
perubahan Harga Pasar, krisis (Prices, market fluctuations, crisis)
Ada anggapan umum, bahwa ada
suatu hubungan langsung antara keadaan-keadaan ekonomi dan kriminalitas,
terutama mengenai kejahatan terhadap hak milik dan pencurian (larceny). Dalam
penelitian tentang harga-harga (prices) maka hasilnya menunjukkan bahwa
kenaikan harga rata-rata diikuti dengan kenaikan pencurian yang seimbang.
Suatu interaksi yang khas antara
harga-harga barang (contoh: gandum, dan sebagainya) dari kriminalitas ternyata
dan terbukti dari fakta-fakta, yaitu bahwa jumlah kebakaran yang ditimbulkan
yang bersifat menipu mengenai hak milik tanah menjadi tinggi, bila harga tanah
turun dan penjualannya sukar. Alasannya ialah karena keadaan-keadaan ekonomi
menimbulkan suatu kepentingan khusus untuk memperoleh julah asuransi kebakaran
untuk rumah dan pekarangan serta tanaman, (premises = rumah dan pekarangan).
-
Gaji
atau Upah bukan merupakan indeks yang jitu
Dalam
keadaan krisis dengan banyak pengangguran dan lain-lain gangguan ekonomi
nasional , upah para pekerja bukan lagi merupakan indeks keadaan ekonomi pada
umumny. Maka dari itu perubahan-perubahan harga pasar (market fluctuations)
harus diperhatikan.
Banyak buku telah menulis tentang
artinya goncangan harga-harga dan upah. Juga banyak penelitian telah diadakan
berdasarkan indeks-indeks kombinasi, termasuk pengangguran dan lain-lain,
sehingga masalah beralih dari pengaruh turun naiknya harga, kepada goncangan
harga pasar yang sangat, sehubungan dengan kejahatan. Dari penelitian yang
belakangan dan paling menarik perhatian ialah mengenai pengaruh dari
waktu-waktu makmur (prosperity) diselingi dengan waktu-waktu kekurangan
9depression) dengan kegoncangan harga-harga pasar, krisis dan lain-lain
terhadap kejahatan.
-
Pengangguran
Di antara factor-faktor baik
secara langsung atau tidak, mempengaruhi terjadinya kriminalita, terutama dalam
waktu-waktu krisis, pengangguran dianggap paling penting. 18 macam factor
ekonomi yang berbeda dapat dilihat dari statistic-statistik tersebut, bekerja
terlalu muda, tak ada pengharapan maju, pengangguran berkala yang tetap,
pengangguran biasa dan kekhawatiran dalam hal itu, berpindahnya pekerjaan dari
satu tempat ke tempat yang lain, perubahan gaji sehingga tidak mungkin membuat
anggaran belanja, kurangnya libur, sehingga dapat disimpulkan bahwa
pengangguran adalah factor yang paling penting.
b. Faktor-faktor mental
-
Agama
Kepercayaan
hanya dapat berlaku sebagai suatu anti krimogemis bila dihubungkan dengan
pengertian dan perasaan moral yang telah meresap secara menyeluruh. Dan
kepercayaan tidak boleh berubah dari sikap hidup moral keagamaan, merosot
menjadi hanya suatu tata cara dan bentuk-bentuk lahiriah oleh orang dengan
tasbeh di satu tangan, sedang tangan lainnya menusuk dengan pisau. Meskipun
adanya factor-faktor negative demikia, memang merupakan fakta bahwa norma-norma
etis yang secara teratur diajarkan oleh bimbingan agama dan khususnya berambung
pada keyakinan keagamaan yang sungguh, membangunkan secara khusus
dorongan-dorongan yang kuat untuk melawan kecenderungan-kecenderungan kriminil.
-
Bacaan,
Harian-harian, Film
Sering
orang beranggapan bahwa bacaan jelek merupakan factor krimogenik yang kuat,
mulai dengan roman-roman dari abad ke-18, lalu dengan cerita-cerita dan
gambar-gambar erotis dan pornografik, buku-buku picisan lain dan akhirnya
cerita-cerita detektif dengan penjahat sebagai pahlawannya, penuh dengan
kejadian berdarah.
Pengaruh
crimogenis yang lebih langsung rari bacaan demikian ialah gambaran sesuatu
kejahatan tertentu dapat berpengaruh langsung dan suatu cara teknis tertentu
kemudian dapat dipraktekkan oleh si pembaca.
Harian-harian
yang mengenai bacaan dan kejahatan pada umumnya juga dapat dikatakan tentang
koran-koran. Kita harus hati-hati dalam memberikan penilaian yang mungkin berat
sebelah mengenai hubungan antara harian dan kejahatan. Tentu saja ada
keuntungan dan kerugian yang dapat dilihat disamping kegunaan pokok koran-koran
tersebut. Press modern rupanya tidak banyak berpengaruh sebagai factor langsung
dalam menimbulkan kejahatan.
Di
samping bacaan-bacaan tersebut di atas, film (termasuk TV) dianggap menyebabkan
pertumbuhan kriminalitas tertutama kenakalan remaja akhir-akhir ini. Dan film
ini oleh kebanyakan orang dianggap yang paling berbahaya. Memangt disebabkan
kesan-keasan yang mendalam dari apa yang dilhat dan didengar dan cara
penyajiannya yang negative, pertunjukkan film mungkin sekali jelas terkenang
kembali dalam sanubari kita dan dapat mengguyah khayalan.
c.
Faktor-faktor
Pisik: Keadaan Iklim dan lain-lain
Pada permulaan peneliti
mengadakan statistic tentang keadaan iklim, hawa panas/dingin, keadaan terang
atau gelap, sinar bumi dan perubahan-perubahan berkala dari organism manusia
yang dianggap sebagai penyebab langsung dari kelakuan manusia yang menyimpang
dan khususnya dari kriminalitas. Para peneliti belakangan pada umumnya mengakui
kekeliruan dari anggapan tersebut, karena hanya semacam korelasi jauh dapat
diketemukan antara kriminalitas sebagai suatu fenomena umum dan factor-faktor
pisik.
d.
Faktor-faktor
Pribadi
-
Umur
Meskipun
umur penting sebagai factor penyebab kejahatan, baik secara juridik maupun
criminal dan sampai sesuatu batas tertentu berhubungan dengan factor-faktor
seks / kelamin dan bangsa, tapi seperti factor-faktor tersebut akhir merupakan
pengertian-pengertian netral bagi kriminologi. Artinya: hanya dalam
kerjasamanya dengan factor-faktor lingkungan mereka baru memperoleh arti bagi
kriminologi.
Kecenderungan
untuk berbuat antisocial bertambah selama masih sekolah dan memuncak antara
umur 20 dan 25, menurun perlahan-lahan sampai umur 40, lalu meluncur dengan
cepat untuk berhenti sama sekali pada hari tua. Kurve/garisnya tidak berbeda
pada garis aktivitas lain yang tergantung dari irama kehidupan manusia.
-
Ras
dan Nasionalitas
Konsepsi
ras adalah samar-samar dan kesamaran pengertian itu, merupakan rintangan untuk
mengadakan penelitian yang jitu. Pembatasan ras berdasarkan sifat-sifat
keturunan yang umum dari bangsa-bangsa atau golongan-golongan orang yang
memiliki kebudayaan tertentu dan bukan berdasarkan sifat-sifat biologic,
membuka kesempatan untuk berbagai keraguan.
-
Alkohol
Dianggap
factor penting dalam mengakibatkan kriminalitas, seperti pelanggaran lalu
lintas, kejahatan dilakukan dengan kekerasan, pengemisan, kejahatan seks, dan
penimbulan pembakaran, walaupun alcohol merupakan factor yang kuat, masih juga
merupakan tanda Tanya, sampai berapa jauh pengaruhnya.
-
Perang
Memang
sebagai akibat perang dan karena keadaan lingkungan, seringkali terjadi bahwa
orang yang tadinya patuh terhadap hukum, melakukan kriminalitas. Kesimpulannya
yaitu sesudah perang, ada krisis-krisis, perpindahan rakyat ke lain lingkungan,
terjadi inflasi dan lain-lain rvolusi ekonomi. Di samping kemungkinan orang
jadi kasar karena perang, kepemilikan senjata api menambahbahaya akan
terjadinya perbuatan-perbuatan criminal.
-
Terlantarnya Anak
Kejahatan
anak-anak, pemuda-pemuda sudah merupakan bagian yang besar dalam kejahatan,
lagi pula kebanyakan penjahat- penjahat yang sudah dewasa umumnya sudah sejak
mudanya menjadi penjahat sudah merosot kesusilaanya sejak kecil.
-
Kesengsaraan
Pengaruh
kesengsaraan terhadap kejahatan ekonomi sudah terbukti sangat besar asal saja
yang dimaksud dengan kesengsaraan bukan hanya hampir mati karena kelaparan.
Dari kejahatan ekonomi secara umum, yang paling banyak menjadi penyebabnya
adalah kesengsaraan.
-
Nafsu Ingin Memiliki
Pada
umumnya sangat sukar untuk menentukan dengan pasti, karena dengan maksud apa
suatu kejahatan dilakukan. Karena itu, statistik kriminil di NETHERLAND juga
tidak berani mengadakan pembagian menurut maksudya. Barangkali dapat dikatakan
bahwa pencurian biasa lebih banyak dilakukan karena maksud-maksud yang
berhubungan dengan faktor kesengsaraan, sedangkan kejahatan terhadap kekayaan
yang lebih berbelit-belit bentuknya, sering disebabkan karena nafsu ingin
memiliki atau dilakukan oleh penjahat pencaharian.
-
Demoralisasi seksuil
Psyco-pathologi
modern mengajarkan pada kita dengan terang, bahwa lingkungan pendidikan sewaktu
masih muda besar sekali pengaruhnya terhadap adanya kelainan-kelainan seksuil
(biasanya berhubungan dengan kejahatan). Dalam masyarakat sekarang banyak
sekali anak-anak yang hidup di linkungan yang buruk (dari segi sosial, tetapi
juga terutama psycologis dan paedagogis). Banyak anak-anak terutama dari
golongan rendah dalam masyarakat mengenal penghidupan kesusilaan sedemikian
rupa, sehingga menyebabkan mereka dapat memperoleh kerusakan dalam jiwanya,
yang dapat bersifat hebat sekali.
-
Kurangnya Peradaban
Peradaban
dan pengetahuan yang terlalu sedikit, dan kurangnya daya menahan diri yang
bergandengan dengan itu. Tapi masih ada juga kelompok-kelompok yang besar yang
hidup dalam keadaan kerohanian yang menyedihkan, kebudayan untuk mereka
semata-mata merupakan kata hampa saja : masih ada orang-orang barbar yang hidup
dalam masyarakat beradab. Adalah negara- negara, daerah-daerah, dan
golongan-golongan penduduk yang paling terbelakang yang menunjukan kejahatan
kekerasan yang paling banyak.
Kiranya tidak ada satupun faktor
tunggal yang menjadi penyebab dan penjelas semua bentuk kriminalitas yang
terjadi di masyarakat. Oleh karena itu pada kesempatan ini, saya mencoba
mengangkat dua teori yang mencoba menjelaskan mengapa seseorang berperilaku.
Teori pertama yaitu dari Deutsch & Krauss, 1965) tentang level of
aspiration. Teori ini menyatakan bahwa keinginan seseorang melakukan
tindakan ditentukan oleh tingkat kesulitan dalam mencapai tujuan dan
probabilitas subyektif pelaku apabila sukses dikurangi probabilitas
subjektif kalau gagal. Teori ini dapat dirumuskan dalam persama seperti
berikut:V = (Vsu X SPsu) – (Vf X SPf) Dimana: V = valensi =
tingkat aspirasi seseorang su = succed = suksesf =
failure = gagalSP = subjective probability Teori di atas,
tampaknya cocok untuk menjelaskan perilaku kriminal yang telak direncanakan.
Karena dalam rumus di atas peran subyektifitas penilaian sudah dipikirkan lebih
dalam akankah seseorang melakukan tindakan kriminal atau tidak.
Sedangkan perilaku yang tidak terencana dapat dijelaskan dengan persamaan
yang diusulkan oleh kelompok gestalt tentang Life Space yang dirumuskan
B=f(PE). Perilaku merupakan fungsi dari life-spacenya. Life space ini merupakan
interaksi antara seseorang dengan lingkungannya. Mengapa model perilaku
Gestalt digunakan untuk menjelaskan perilaku kriminal yang tidak
berencana? Pertama, pandangan Gestalt sangat mengandalkan aspek kekinian.
Kedua, interaski antara seseorang dengan lingkungan bisa berlangsung sesaat.
Ketiga, interaksi tidak bisa dilacak secara partial.
Ruang Lingkup Tindakan Kriminal
Dalam melakukan tindakan kriminal
biasanya dilakukan di tempat keramaian di mana banyak orang. Karena
semakin banyak kesempatan untuk melakukan tindakan kriminal. Tempat-tempat yang
biasanya terdapat preman antara lain sebagai berikut :
1.
Pasar Tradisional
Pasar
tradisional merupakan salah satu tempat perekonomian berjalan, karena di dalam
pasar terdapat penjual dan pembeli yang melakukan transaksi jual beli. Preman
memandang ini sebagai lahan untuk melakukan tindakan kriminalitas karena banyak
orang membawa barang berharga. Ataupun melakukan pungutan liar kepada
lapak-lapak pedagang.
2.
Terminal Bus
Merupakan
tempat yang banyak orang berdatangan ke terminal bus untuk menuju tempat
tujuan, hal ini digunakan untuk melakukan tindak kriminal pada para
penumpang bus maupun para supir bus.
3.
Stasiun Kereta Api dan Gerbong
Kereta
Stasiun
kereta api merupakan tempat yang sangat rampai pada jam berangkat dan jam
pulang kerja, begitu pula yang terjadi di dalam gerbong kereta api. Setiap
gerbong kereta api pasti akan selalu padat bahkan hingga atap kereta api.
Diantara ratusan penumpang kereta api pasti terselip beberapa preman yang
beraksi di stasiun maupun di dalam gerbong kereta api. Hal ini biasanya
terdapat di kereta api ekonomi.
4.
Pelabuhan
Pelabuhan
merupakan tempat penyeberangan antar pulau. Disini terdapat manusia, bus, dan
truk yang akan menyeberang. Hal ini dilirik untuk melakukan tindakan kriminal,
biasanya melakukan tindak krimanal dengan cara pembiusan atau hipnotis kepada
penumpang kapal, dan melakukan pungutan liat kepada bus dan truk yang akan
memasuki pelabuhan.
5.
Jalan Raya
Merupakan
tempat umum yang hampir tidak pernah sepi, biasanya pelaku melakukan tindak
krimanal pada persimpangan jalan yang tidak ada pengamanan dari polisi, dimana
mobil terhenti pada lampu lalu lintas. Biasanya hal ini dilakukan pada malam
hari.
Pada saat ini banyak para pelaku
melakukan tindakan kriminal secara berkelompok, namun ada juga yang masih
melakukan tindakan kriminal secara individu. Hal ini dilakukan untuk mempermudah
dalam melakukan tindakan kriminal dan para pelaku terbagi atas wilayah
kekuasaan yang telah terbagi dan terorganisasi. Setiap wilayah terdapat seorang
pemimpin yang mengkoordinasikan para anak buahnya dalam melakukan tindakan
kriminal. Khusus tindakan pungutan liar setiap wilayah wajib menyetorkan
hasilnya kepada pimpinannya yang kemudian disetorkan kepada oknum. Hal ini
dilakukan agar para pelaku tindak kriminal dapat perlindungan dan wewenang
dalam satu wilayah.
Cara
Penanganan Perilaku Kriminalitas
Kriminalitas
tidak bisa dihilangkan dari muka bumi ini. Yang bisa hanya dikurangi melalui
tindakan-tindakan pencegahan.
a)
Hukuman selama ini hukuman (punishment) menjadi sarana utama untuk membuat jera
pelaku kriminal. Dan pendekatan behavioristik ini tampaknya masih cocok untuk
dijalankan dalam mengatasi masalah kriminal. Hanya saja, perlu kondisi
tertentu, misalnya konsisten, fairness, terbuka, dan tepat waktunya.
b)
Penghilang model melalui tayangan media masa itu ibarat dua sisi mata pisau .
Ditayangkan nanti penjahat tambah ahli, tidak ditayangkan masyarakat tidak
bersiap-siap.
c)
Membatasi kesempatan seseorang bisa mencegah terjadinya tindakan kriminal
dengan membatasi munculnya kesempatan untuk mencuri. Kalau pencuri akan lewat
pintu masuk dan kita sudah menguncinya, tentunya cara itu termasuk mengurangi
kesempatan untuk mencuri.
d)
Jaga diri dengan ketrampilan beladiri dan beberapa persiapan lain sebelum
terjadinya tindak kriminal bisa dilakukan oleh warga masyarakat.
Upaya Mencegah
Kejahatan
Sejarah kehidupan seseorang yangs
emasa mudanya menjadi pencuri dan perampok, menunjukkan bahwa proses kejahatan
terjadi dalam dirinya dimulai dari yang ringan hingga berat, dari yang jarang
menjadi sering, dari suatu hobi menjadi suatu pekerjaan, dari kejahatan yang
dilakukan kelompok yang kyrang terorganisir menjadi kelompok yang lebih
terorganisir.
Untuk pengawasan kejahatan secara
efektif kita memerlukan hukum yang berwibawa. Dipandang dari sudut perlindungan
terhadap masyarakat, hukum yang bersifat ideal mengenai hukuman yang tidak
ditentukan yang dapat diteruskan kepada semua pelanggar-pelanggar, misalkan
setahun sampai seumur hidup dan yang diatur oleh komite yang tergolong
ahlidalam system kepenjaraan (tahanan) akan memungkinkan penguasa-penguasa yang
membawahi lembaga-lembaga untuk menangkap pelanggar-pelanggar yang berbahaya,
agresif, tidak dapat diperbaiki selama jangka waktu lebih lama daripada
sekarang dengan hukuman yang ditetapkan atau yang ditetapkan dengan maksimum. N.
Widiyanti dan Y. Waskita (1987:154-155) menyatakan alasan mengapa mencurahkan
perhatian yang lebih besar pada pencegahan sebelum kriminalitas dan
penyimpangan lain dilakukan, sebagai berikut:
1.
Tindakan
pencegahan adalah lebih baik daripada tindakan represif dan koreksi. Usaha
pencegahan tidak selalu memerlukan suatu organisasi yang rumit dan birokratis
yang dapat menjurus kearah birokratisme yang menimbulkan penyalahgunaan
kekuasaan/wewenang. Usaha pencegahan adalah lebih ekonomis bila dibandingkan
dengan usaha represif dan rehabilitasi. Untuk melayani jumlah orang yang lebih
besar jumlahnya tidak diperlukan banyak tenaga seperti pada usaha represif dan
rehabilitasi menurut perbandingan. Usaha pencegahan juga dapat dilakukan secara
perorangan dan tidak selalu memerlukan keahlian seperti pada usaha represif dan
rehabilitasi. Misalnya, menjaga diri jangan sampai menjadi korban kriminalitas,
tidak lalai menguci rumah/kendaraan, memasang lampu di tempat gelap dan
lain-lain.
2.
Usaha
pencegahan tidak perlu menimbulkan akibat yang negative seperti antara lain:
stigmatisasi (pemberian cap pada yang dihukum/dibina)., pengasingan,
penderitaan tiap masyarakat yang bercirikan heterogenitas dan perkembangan
social dank arena itu tidak mungkin dapat dimusnahkan sampai habis.
Solusi Mengatasi Kriminalitas:
1. Mengenakan sanksi hukum yang
tegas dan adil kepada para pelaku kriminalitas tanpa pandang bulu atau derajat
2. Mengaktifkan peran serta orang
tua dan lembaga pendidikan dalam mendidik anak
3. Selektif terhadap budaya asing
yang masuk agar tidak merusak nilai busaya bangsa sendiri
4.
Menjaga
kelestarian dan kelangsungan nilai norma dalam masyarakat dimulai sejak dini
melalui pendidikan multi kultural , seperti sekolah , pengajian dan organisasi
masyarakat
Akibat dari
Kriminalitas:
1.
Merugikan pihak lain baik material maupun non material
2.
Merugikan masyarakat secara keseluruhan
3.
Merugikan negara
4.
Menggangu stabilitas keamanan masyarakat
Ø Kesimpulan
Dari
tulisan diatas simpulkan bahwa kriminalitas adalah suati tindakan yang tidak
terpuji, yang akibatnya dapat merugikan diri sendiri, orang lain serta akan
melahirkan kejahatan baru. Hal itu disebabkan oleh dua faktor yaitu faktor
endogen yang muncul dari sikap egonya diri sendiri, dan faktor eksogen yang
muncul dari luar dirinya semua itru bisa terjadi dari pengaruh kesenjangan
sosial, kesenjangan ekonomi, ketidakadilan. Adapun cara-cara penanggulanganya
dengan cara perbaikan sistem peradilan yang ada di negara kita, pelayanan yang
cepat, murah dan sederhana serta peningkatan penyuluhan dan upaya pencegahan
yang bersifat kontinuitas, Namun tindakan yang paling pasti adalah dari diri
kita sendiri dengan cara selalu waspada dimanapun kita berada dengan tidak
memamerkan apa yang kita punya di tempat umum karena itu bisa memancing para
pelaku kejahatan melaksanakan aksinya dan tindak kriminal terjadi dimana-mana
misalnya, di tempat umum, di sekolah, perguruan tinggi, dan banyak lagi
tempat-tempat yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Tindak kriminal
biasanya dilakukan oleh orang dewasa, namun sekarang ini tindak kriminal tak
pandang bulu, semua kalangan dari segala umur dari yang kecil, muda, hingga
dewasa dapat melakukan tindak kriminal. Jadi kita tetap harus selalu berhati-hati.
Ø Daftar Pustaka
Tidak ada komentar:
Posting Komentar