Selasa, 22 April 2014

BAB 5 Hukum Perjanjian


Ø  Standar Kontrak

Adalah perjanjian yang isinya telah ditetapkan terlebih dahulu secara tertulis berupa formulir-formulir yang digandakan dalam jumlah tidak terbatas, untuk ditawarkan kepada para konsumen tanpa memperhatikan perbedaan kondisi para konsumen (Johannes Gunawan).

Ø  Macam-macam perjanjian

Perjanjian dapat dibedakan menurut berbagai cara, antara lain:
1.       Perjanjian Cuma Cuma (pasal 1314 KUHPERdata) suatu persetujuan dengan cuma cuma adalah suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu memberikan suatu keuntungan kepada pihak yang lain, tanpa menerima suatu manfaat bagi dirinya sendiri.
2.       Perjanjian atas beban adalah perjanjian dimana terhadap prestasi dari pihak yang satu selalu terdapat kontra prestasi dari pihak lain dan antara kedua prestasi itu ada hubungannya menurut hukum.
3.       Perjanjian Jual-beli, Pengaturan tentang Jual beli sebagai perjanjian didapat pada Bab kelima, yang pada Pasal 1457 KUHPerdata diartikan sebagai suatu persetujuan, dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan, dan pihak yang lain untuk membayar harga yang telah dijanjikan.
4.       Perjanjian Tukar Menukar Pasal 1541 KUHPerdata menyatakan bahwa tukar menukar ialah suatu persetujuan dengan mana kedua belah pihak mengikatkan dirinya untuk saling memberikan suatu barang secara bertibal balik, sebagai gantinya barang lain.
5.       Perjanjian Sewa-Menyewa Ketentuan KUH Perdata yang mengatur tentang sewa menyewa dapat dilihat pada Pasal 1548
6.       Perjanjian Persekutuan Persekutuan menurut Syahmin AK (2006:59) adalah merupakan bentuk perjanjian yang paling sederhana dalam tujuan untuk mendapatkan keuntungan bersama.
7.       Perjanjian Perkumpulan menurut perjanjian yang dibuat oleh para pihak yang bertujuan untuk mencapai tujuan tertentu dengan tidak mencari keuntungan tertentu.
8.       Perjanjian Hibah adalah suatu perjanjian dengan mana si penghibah (pemberi hibah) pada masa hidupnya, dengan cuma-cuma dan tidak dapat ditarik kembali, menyerahkan sesuat barang guna keperluan si penerima hibah yang menerima penyerahan tersebut.
9.       Perjanjian Penitipan Barang merupakan suatu perjanian riil yang baru akan terjadi apabila seseorang  telah menerima sesuatu barang dari seorang lain dengan syarat bahwa ia akan menyimpannya dengan mengembalikanya dalam wujud asal.
10.   Perjanjian Pinjam-Pakai adalah perjanjian dengan mana pihak yang satu memberikan suatu barang kepada pihak yang lainnya untuk dipakai dengan Cuma-Cuma.
11.   Perjanjian Pinjam Meminjam adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah tertentu baran-barang yang menghabiskan karena pemakaian.
12.   Perjanjian Untung-Untungan adalah suatu perbuatan yang hasilnya, mengenai untung ruginya, baik bagi semua pihak.
13.   Perjanjian Penanggungan adalah perjanjian dengan mana seorang pihak ketiga, guna kepentingan si berpiutang mengikatkan diri untuk memenuhi perikatannya si berhutang ketika orang ini sendiri tidak memenuhinya.  
14.    Perjanjian Perdamaian harus dibuat dalam bentuk tertulis, apabila terjadi perdamaian dibuat secara tidak tertulis adalah tidak sah.
15.   Perjanjian Pengangkutan adalah perjanjian timbal balik antara pengangkut dengan pengirim dalam hal mana pengangkut mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan barang dan/atau orang dari suatu tempat ke tempat tujuan tertentu dengan selamat
16.   Perjanjian Kredit adalah perjanjian penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara pihak bank dan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga, ibalan atau pembagian keuntungan.
17.   Perjanjian Pembiayaan Konsumen yaitu perjanjian penyediaan dana bagi konsumen untuk pembelian barang yang pembayarannya dilakukan secara angsuran.
18.   Perjanjian Kartu Kredit yaitu perjanjian menerbitkan katu kredit yang dapat dimanfaatkan pemegangnya untuk pembayaran barang dan jasa.
19.   Perjanjian Ke-Agen-an Yaitu perjanjian dimana agen adalah perusahaan yang bertindak atas nama prinsiple untuk kemudian menyalurkannya kepada konsumen dengan mendapatkan komisi.
20.   Perjanjian Distributor yang mana dalam perjanjian ini, distributor bertindak atas namanya sendiri ia membeli suatu barang dari produsen dan menjualnya kembali kepada konsumen untuk kepentingan sendiri.
21.   Perjanjian Sewa Guna Usaha (leasing) adalah perjanjian yang memberikan barang modal, baik dilakukan secara sewa guna usaha tanpa hak opsi (operating list) untuk dipergunakan oleh leasee selama jangka waktu tertentu dengan pembayaran berkala;
22.   Perjanjian Anjak Piutang (factoring agreement) yaitu pembiayaan dalam bentuk pembelian dan pengalihan serta pengurusan piutang atau tagihan jangka pendek suatu perusahaan dari transaksi Perdagangan dalam dan luar negeri;
23.   Perjanjian Modal Ventura yaitu perjanjian penyertaan modal usaha dalam suatu perusahaan mitra dalam mencapai tujuan tertentu seperti pengembangan suatu penemuan baru, pengembangan perusahaan awal yang kesulitan modal, pengembangan proyek penelitian dan rekayasa serta berbagai pengembangan usaha dengan menggunakan teknologi.

Ø  Syarat Sah nya Perjanjian

1.       Adanya kesepakatan kedua belah pihak. Maksud dari kata sepakat adalah, kedua belah pihak yang membuat perjanjian setuju mengenai hal-hal yang pokok dalam kontrak.
2.       Kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum. Asas cakap melakukan perbuatan hukum, adalah setiap orang yang sudah dewasa dan sehat pikirannya. Ketentuan sudah dewasa, ada beberapa pendapat, menurut KUHPerdata, dewasa adalah 21 tahun bagi laki-laki,dan 19 th bagi wanita.
3.       Adanya Obyek, sesuatu yang diperjanjikan dalam suatu perjanjian haruslah suatu hal atau barang yang cukup jelas.
4.       Adanya kausa yang halal Pasal 1335 KUHPerdata, suatu perjanjian yang tidak memakai suatu sebab yang halal, atau dibuat dengan suatu sebab yang palsu atau terlarang, tidak mempunyai kekuatan hukum.
Ø  Saat Lahirnya Perjanjian

Menetapkan kapan saat lahirnya perjanjian mempunyai arti penting bagi :
-          Kesempatan penarikan kembali penawaran;
-          Penentuan resiko;
-          Saat mulai dihitungnya jangka waktu kadaluwarsa;
-          Menentukan tempat terjadinya perjanjian.
Berdasarkan Pasal 1320 jo 1338 ayat (1) BW/KUHPerdata dikenal adanya asas konsensual, yang dimaksud adalah bahwa perjanjian/kontrak lahir pada saat terjadinya konsensus/sepakat dari para pihak pembuat kontrak terhadap obyek yang diperjanjikan.
Pada umumnya perjanjian yang diatur dalam BW bersifat konsensual. Sedang yang dimaksud konsensus/sepakat adalah pertemuan kehendak atau persesuaian kehendak antara para pihak di dalam kontrak. Seorang dikatakan memberikan persetujuannya/kesepakatannya (toestemming), jika ia memang menghendaki apa yang disepakati.
Jadi pertemuan kehendak dari pihak yang menawarkan dan kehendak dari pihak yang akeptasi itulah yang disebut sepakat dan itu yang menimbulkan/melahirkan kontrak/perjanjian.
Ada beberapa teori yang bisa digunakan untuk menentukan saat lahirnya kontrak yaitu:
a.        Teori Pernyataan (Uitings Theorie)
Menurut teori ini, kontrak telah ada/lahir pada saat atas suatu penawaran telah ditulis surat jawaban penerimaan. Dengan kata lain kontrak itu ada pada saat pihak lain menyatakan penerimaan/akseptasinya.
b.       Teori Pengiriman (Verzending Theori).
Menurut teori ini saat pengiriman jawaban akseptasi adalah saat lahirnya kontrak. Tanggal cap pos dapat dipakai sebagai patokan tanggal lahirnya kontrak.
c.        Teori Pengetahuan (Vernemingstheorie).
Menurut teori ini saat lahirnya kontrak adalah pada saat jawaban akseptasi diketahui isinya oleh pihak yang menawarkan.
d.       Teori penerimaan (Ontvangtheorie).
Menurut teori ini saat lahirnya kontrak adalah pada saat diterimanya jawaban, tak peduli apakah surat tersebut dibuka atau dibiarkan tidak dibuka. Yang pokok adalah saat surat tersebut sampai pada alamat si penerima surat itulah yang dipakai sebagai patokan saat lahirnya kontrak.

Ø  Pembatalan dan Pelaksanaan suatu Perjanjian

Pengertian pembatalan dalam uraian ini mengandung dua macam kemungkinan alasan, yaitu pembatalan karena tidak memenuhi syarat subyektif, dan pembatalan karena adanya wanprestasi dari debitur.
Pembatalan dapat dilakukan dengan tiga syarat yakni:
1) Perjanjian harus bersifat timbale balik (bilateral)
2) Harus ada wanprestasi (breach of contract)
3) Harus dengan putusan hakim (verdict)

Pelaksanaan Perjanjian

Yang dimaksud dengan pelaksanaan disini adalah realisasi atau pemenuhan hak dan kewajiban yang telah diperjanjikan oleh pihak- pihak supaya perjanjian itu mencapai tujuannya. Pelaksanaan perjanjian pada dasarnya menyangkut soal pembayaran dan penyerahan barang yang menjadi objek utama perjanjian. Pembayaran dan penyerahan barang dapat terjadi secara serentak. Mungkin pembayaran lebih dahulu disusul dengan penyerahan barang atau sebaliknya penyerahan barang dulu baru kemudian pembayaran.
- Pembayaran
1) Pihak yang melakukan pembayaran pada dasarnya adalah debitur yang menjadi pihak dalam perjanjian
2) Alat bayar yang digunakan pada umumnya adalah uang
3) Tempat pembayaran dilakukan sesuai dalam perjanjian
4) Media pembayaran yang digunakan
5) Biaya penyelenggaran pembayaran
- Penyerahan Barang
Yang dimaksud dengan lavering atau transfer of ownership adalah penyerahan suatu barang oleh pemilik atau atas namanya kepada orang lain, sehingga orang lain ini memperoleh hak milik atas barang tersebut. Syarat- syarat penyerahan barang atau lavering adalah sebagai berikut:
1) Harus ada perjanjian yang bersifat kebendaan
2) Harus ada alas hak (title), dalam hal ini ada dua teori yang sering digunakan yaitu teori kausal dan teori abstrak
3) Dilakukan orang yang berwenang mengusai benda
4) Penyerahan harus nyata (feitelijk)
Penafsiran dalam Pelaksanaan Perjanjian
Dalam suatu perjanjian, pihak- pihak telah menetapkan apa- apa yang telah disepakati. Apabila yang telah disepakati itu sudah jelas menurut kata- katanya, sehingga tidak mungkin menimbulkan keraguan- keraguan lagi, tidak diperkenankan memberikan pengewrtian lain. Dengan kata laintidak boleh ditafsirkan lain (pasal 1342 KUHPdt). Adapun pedoman untuk melakukan penafsiran dalam pelaksanaan perjanjian, undang- undang memberikan ketentuan- ketentuan sebagai berikut:
1) Maksud pihak- pihak
2) Memungkinkan janji itu dilaksanakan
3) Kebiasaan setempat
4) Dalam hubungan perjanjian keseluruhan
5) Penjelasan dengan menyebutkan contoh
6) Tafsiran berdasarkan akal sehat

Tidak ada komentar:

Posting Komentar