Ø Pengertian Hukum Perikatan
Hukum perikatan yang dalam
bahasa belanda dikenal dengan sebutan verbintenis ternyata memiliki arti yang
lebih luas daripada perjanjian. Hal ini disebabkan karena hukum
perikatan juga mengatur suatu hubungan hukum yang tidak bersumber dari
suatu persetujuan atau perjanjian. Hukum perikatan yang demikian
timbul dari adanya perbuatan melanggar hukum dan perkataan yang timbul dari
pengurusan kepentingan orang lain yang tidak berdasarkan persetujuan
Meskipun telah disebutkan bahwa
pengaturan mengenai hukum
perikatan diatur dalam Buku III BW, namun pengertian mengenai hukum
perikatan itu sendiri tidak diurai dalam Buku Ketiga BW atau yang
lebih dikenal dengan sebutan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata).
Untuk itu, mari kita lihat beberapa pengertian yang diberikan oleh para ahli
terkait dengan pengertian hukum perikatan sebagai berikut:
Hukum perikatan menurut PITLO adalah suatu hubungan hukum yang bersifat harta
kekayaan antara dua orang atau lebih, atas dasar mana pihak yang satu memiliki
hak (kreditur) dan pihak yang lain memiliki kewajiban (debitur) atas suatu
prestasi?
Hukum perikatan menurut HOFMANN adalah suatu hubungan hukum antara sejumlah
terbatas subjek-subjek hukum sehubungan dengan itu seorang atau beberapa orang
daripadanya mengikatkan dirinya untuk bersikap menurut cara-cara tertentu
terhadap pihak yang lain, yang berhak atas sikap yang demikian itu.
Sementara pengertian hukum perikatan
yang umum digunakan dalam ilmu hukum adalah suatu hubungan hukum mengenai
kekayaan harta benda antara dua orang yang memberi hak kepada pihak yang satu
untuk menuntut sesuatu barang dari pihak yang lainnya sedangkan pihak yang
lainnya diwajibkan untuk memenuhi tuntutan tersebut. Pihak yang berhak menuntut
adalah pihak yang berpihutang (kreditur) sedangkan pihak yang wajib memenuhi
tuntutan dinamakan pihak berhutang (debitur) sementara barang atau sesuatu yang
dapat dituntut disebut dengan prestasiâ?
.
Ø Dasar Hukum Perikatan
Dasar hukum perikatan berdasarkan KUHP perdata terdapat tiga
sumber adalah sebagai berikut.
1. Perikatan yang timbul dari persetujuan (perjanjian).
2. Perikatan yang timbul undang-undang.
3. Perikatan terjadi bukan perjanjian, tetapi terjadi karena
perbuatan melanggar hukum (onrechtmatige daad) dan perwakilan sukarela ( zaakwarneming).
Ø Asas-asas dalam Hukum Perjanjian
Asas-asas dalam hukum perjanjian diatur dalam Buku III KUH
Perdata, yakni menganut azas kebebasan berkontrak dan azas konsensualisme.
· Asas Kebebasan Berkontrak
Asas kebebasan berkontrak terlihat di dalam Pasal 1338 KUHP
Perdata yang menyebutkan bahwa segala sesuatu perjanjian yang dibuat adalah sah
bagi para pihak yang membuatnya dan berlaku sebagai undang-undang bagi mereka
yang membuatnya.
· Asas konsensualisme
Asas konsensualisme, artinya bahwa perjanjian itu lahir pada
saat tercapainya kata sepakat antara para pihak mengenai hal-hal yang pokok dan
tidak memerlukan sesuatu formalitas.
Dengan demikian, azas konsensualisme lazim disimpulkan dalam
Pasal 1320 KUHP Perdata. Untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat
adalah
1. Kata Sepakat antara Para Pihak yang Mengikatkan Diri
2. Cakap untuk Membuat Suatu Perjanjian
3. Mengenai Suatu Hal Tertentu
4. Suatu sebab yang Halal
Ø Wansprestasi dan Akibat-akibatnya
Wansprestasi timbul apabila salah satu pihak (debitur) tidak
melakukan apa yang diperjanjikan. Adapun bentuk dari wansprestasi bisa berupa
empat kategori, yakni :
1.
Tidak
melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya;
2.
Melaksanakan
apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana yang dijanjikan;
3.
Melakukan
apa yang dijanjikan tetapi terlambat;
4.
Melakukan
sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya.
Akibat-akibat Wansprestasi
Akibat-akibat wansprestasi berupa
hukuman atau akibat-akibat bagi debitur yang melakukan wansprestasi , dapat
digolongkan menjadi tiga kategori, yakni
1.
Membayar
Kerugian yang Diderita oleh Kreditur (Ganti Rugi) Ganti rugi sering diperinci
meliputi tiga unsur, yakni : a. Biaya adalah segala pengeluaran atau perongkosan
yang nyata nyata sudah dikeluarkan oleh
salah satu pihak; b. Rugi adalah kerugian karena kerusakan barang-barang
kepunyaan kreditor yang diakibat oleh kelalaian si debitor; c. Bunga
adalah kerugian yang berupa kehilangan keuntungan yang sudah dibayangkan atau
dihitung oleh kreditor.
2.
Pembatalan
Perjanjian atau Pemecahan Perjanjian. Di dalam pembatasan tuntutan ganti rugi
telah diatur dalam Pasal 1247 dan Pasal 1248 KUH Perdata. Pembatalan
perjanjian atau pemecahan perjanjian bertujuan membawa kedua belah pihak
kembali pada keadaan sebelum perjanjian diadakan.
3.
Peralihan
Risiko. Peralihan risiko adalah kewajiban untuk memikul kerugian jika terjadi
suatu peristiwa di luar kesalahan salah satu pihak yang menimpa barang dan
menjadi obyek perjanjian sesuai dengan Pasal 1237 KUH perdata.
4.
Hapusnya
Perikatan, Perikatan itu bisa hapus jika memenuhi kriteria-kriteria sesuai
dengan Pasal 1381 KUH Perdata. Ada 10 (sepuluh) cara penghapusan suatu
perikatan adalah sebagai berikut :
a.
Pembayaran
merupakan setiap pemenuhan perjanjian secara sukarela;
b.
Penawaran
pembayaran tunai diikuti dengan penyimpanan atau penitipan;
c.
Pembaharuan
utang;
d.
Perjumpaan
utang atau kompensasi;
e.
Percampuran
utang;
f.
Pembebasan
utang;
g.
Musnahnya
barang yang terutang;
h.
Batal/pembatalan;
i.
Berlakunya
suatu syarat batal;
j.
Lewat waktu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar